Jumat, 10 Juni 2011

MSDM_Perjanjian Kerja

Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang atau lebih saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Dari peristiwa ini timbullah suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan. setiap perjanjian itu akan menimbulkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya. pada hakikatnya perjanjian itu adalah suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang di ucapkan atau di tulis .

Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan. Selain perjanjian, perikatan dapat juga lahir dari undang-undang. Namun pada kenyataan nya yang paling banyak adalah perikatan yang dilahirkan dari perjanjian. Pasal 1601 KUH perdata membagi perjanjian untuk melakukan pekerjaan dalam tiga macam yaitu :

a.       Perjanjian untuk melakukan jasa-jasa tertentu

b.       Perjanjian kerja

c.       Perjanjian pemborong pekerjaan

Perjanjian untuk melakukan jasa –jasa tertentu adalah suatu perjanjian dimana satu pihak menghendaki dari pihak lain nya agar dilakukan suatu perjanjian untuk mencapai tujuan, untuk itu ia bersedia membayar honorarium/upah. Perjanjian kerja adalah perjanjian antara seseorang “ buruh” dengan seorang “majikan” .

Menurut pasal 1601 a KUH perdata yang dimaksud dengan perjanjian kerja adalah suatu perjanjian dimana pihak satu yaitu buruh mengikatkan diri untuk bekerja pada pihak yang lain yaitu majikan selama waktu tertentu dengan menerima upah. Adapun perjanjian kerja ada yang bersifat individual / perorangan sehingga dapat di sebut pula perjanjian kerja perorangan (PKP). Sebaliknya perjanjian perburuhan bersifat kolektif atau bersama-sama sehingga dapat disebut perjanjijan kerja kolektif (PKK) / kesepakatan kerja bersama (KKB) yang dewasa ini biasa di pakai dlam pembuatan landasan hukum yang bersifat normative atau otonom antara serikat kerja dengan pengusaha. Namun dewasa ini juga ada suatu tendensi pada beberapa perusahaan yang cenderung membuat peraturan perusahaan sebagai landasan normative dalam melakukan hubungan kerja karena dalam praktek pelaksanaan nya pembuatan peraturan perusahaan relative lebih cepat dan tidak berbelit-belit serta dapat di buat secara sepihak oleh pihak pengusaha walaupun sebelumnya memerlukan konsultasi dan pengesahan terlebih dahulu dari Depnaker.

PERJANJIAN KERJA

A.      Esensialia Perjanjian Kerja

Menurut Subekti ada empat esensialia yaitu :

1.       Melakukan pekerjaan tertentu

Pasal 1601a KUH Perdata menyatakan bahwa buruh dalam melakukan pekerjaan wajib melakukan sendiri pekerjaannya. Hanyalah dengan seijin majikan ia dapat menyuruh seorang ketiga menggantikannya. Dengan demikian pekerjaan itu dilakukan sendiri oleh si buruh (bersifat pribadi ) dan tidak boleh digantikan oleh orang lain.

2.       Di bawah perintah atau pimpinan orang lain

Dengan esensialia ini dimaksudkan bahwa buruh pekerja di bawah perintah dari majikan. Hal ini diatur dalam pasal 1603 b KUH perdata yang menyatakan bahwa buruh wajib mentaati aturan mengenai hal melakukan pekerjaan dan aturan yang di tujukan pada peningkatan tata tertib dalam perusahaan majikan yang di berikan kepada nya oleh atas nama majikan dalam batas aturan perundang-undangan ,perjanajian atau perusahaan, atau jika itu tidak ada kebiasaan. Dengan ada nya unsur di bawah pimpinan orang lain berarti ada unsur wewenang perintah. Dalam perjanjian kerja unsur wewenang ini memegang peranan pokok sebab tanpa adanya unsur wewenang perintah , berarti bukan perjanjian kerja. Dengan ada nya unsur wewenang perintah berarti antara keduabelah pihak ada kedudukan yang tidak sama yaitu, yang memerintah dan yang di perintah.

3.       Adanya upah

Esensialia ini diatur dalam pasal 1603 p KUH perdata di samping itu yang dimaksud dengan upah diatur dalam Peraturan Pemerinitah No. 8 tahun 1981 tentang perlindungan upah pasal 1 a:

Suatu penerimaan sebagai imbalan dari pengusaha kepada buruh untuk suatu pekerjaan atau jasa yang telah atau akan di lakukan , di nyatakan atau di nilai dalam bentuk yang ditetapkan menurut peraturan perundang undangn dan di bayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara pengusaha dan buruh, termasuk tunjangn untuk buruh sendiri maupun keluarganya.

4.       Untuk waktu tertentu

Dalam KUH perdata tidak ada pasal yang mengaturnya apa yang dimaksud dengan “waktu tertentu” terdapat perbedaan  pendapat di antara para sarjana, ada yang menolak dan ada yang mempertahankan nya.

B.      Unsur – unsur perjanjian kerja

Seorang pakar Hukum perburuan dan hukum sosial Belanda Rood mengatakan bahwa perjanjian–perjanjian kerja mengandung ke-4 unsur yaitu :

a.       Adanya unsur work atau pekerjaan

Suatu pekerjaan yang diperjanjikan dan di kerjakan sendiri oleh pekrja yang membuat perjanjian kerja merupakan unsur penting dalam perjanjian kerja. Pekerjaan yang di kerjakan oleh pekerja itu sendiri haruslah berdasarkan dan berpedoman pada perjanjian kerja. Pekerja yang melaksanakan pekerjaan atas dasar perjanjian kerja tersebut pada pokok nya wajib untuk melaksanakan nya sendiri sebab apabila para pihak itu bebas untuk melaksanakan pekerjaan nya untuk dilakukan sendiri atau menyuruh orang lain untuk melakukan nya akibat nya hal tersebut akan sulit dikatakan sebagai pelaksanaan dari perjanjian kerja. Bahkan pada pasal  4 PP No 8 tahun 1981 tentang perlindungan upah dinyatakan bahwa upah tidak di bayar bila tidak melakukan pekerjaan . ketantuan yang ada  diatas dapat disebut when do not work, do not get pay / no work no pay , maksud dari kalimat tersebut adalah jika seseorang tidak mau bekerja berarti seseorang tersebut tidak berkehendak untuk mendapatkan upah. Walaupun demikian di dalam pelaksanaan , jika pihak pekerja sewaktu akan melaksanakan pekerjaan berhalangan , maka pekerja bisa di wakili atau di gantikan orang lain sepanjang sebelum nya telah di beritahukan dan dapat persetujuan terlebih dahulu dari pihak majikan. Ketentuan ini tercantum dalam pasal 1383 KUH perdata jo 1603 A KUH perdata jo  pasal 5 ayat 1 PP no 8 tahun 1981.

Pasal 1383 KUH perdata : ” sesuai perjanjian untuk berbuat sesuatu tak dapat di penuhi oleh seseorang dari pihak ke 3 berlawanan dengan kemauan si berpiutang , jika si berpiutang ini mempunyai kepentingan supaya perbuatan nya dilakukan sendiri oleh si berpiutang”.

Pasal 1603 a KUH perdata menyatakan : “ buruh wajib melakukan sendiri pekerjaan nya hanyalah dengan izin majikan ia dapat menyuruh seseorang ke 3 menggatikan nya ( pasal 1383 KUH perdata )”.

Pasal 40 jo pasal 5 ayat 1 PP No 8 tahun 1981 menyatakan sebagai berikut : “ menyimpang dari ketentuan sebagai mana di maksud dalam pasal 4 pengusaha wajib membayar upah :

1.       Jika buruh sendiri sakit sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan nya .

2.       Jika buruh tidak masuk bekerja karena hal-hal sebagaiman dimaksud dibawah ini, buruh sendiri kawin, menyunatkan anaknya, mengawinkan anak nya dan istri melahirkan anak.

b.       Adanya service atau pelayana

Bahwa yang melakukan pekerjaan sebagai manifestasi adanya perjanjian kerja tersebut adalah bahwa pekerja harus tunduk pada atau di bawah perintah orang lain , yaitu pihak pemberi kerja si majikan atau pengusaha. Disamping itu dalam melaksanakan nya , pekerjaan itu harus bermanfaat bagi si pemberi kerja. berdasarkan hal tersebut  jelaslah bahwa prinsip dalam unsur ini adalah suatu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh si pekerja dan bemanfaat bagi si pemberi pekerja sesuai dengan apa yang di muat dalam perjanjian kerja. oleh karena itu bila suatu pekerjaan yang tujuannya bukan untuk memberikan manfaat bagi si pemberi kerja tetapi bertujuan untuk kemanfaatan si pekerja misalnya untuk kepentingan praktik seorang siswa atau mahasiswa maka perjanjian tersebut jelas bukan merupakan perjanjian kerja

c.       Adanya unsur time / waktu tertentu

Bahwa dalam melakukan hubungan kerja haruslah di sesuaikan dengan waktu yang di tentukan dalam perjanjian kerja atau dalam peraturan perundang-undangan. oleh karena itu  pekerja tidak boleh melakukan pekerjaannya sekehendak hati begitu pula si majikan tidak boleh mempekerjakan pekerja nya seumur hidup. Dengan kata lain dalam pelaksanaan pekerjaan si buruh tidak boleh bekerja dalam waktu yang seenaknya saja akan tetapi harus dilakukan sesuai dengan perjanjian kerja atau peraturan perusahaan dan pelaksanaan nya tidak boleh bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang–undangan , kebiasaan setempat dan ketertiban umum .

d.       Ada nya unsur pay / upah

Unsur ini merupakan unsur yang penting dan menentukan dalam menentukan sebuah perjanjian kerja. apabila seseorang bekerja bertujuan bukan mencari upah maka sulit untuk dikatakan sebagai pelaksanaan dari perjanjian kerja. jika seseorang bekerja bertujuan untuk mendapatkan manfaat bagi diri si pekerja dan bukan bertujuan untuk mencari upah maka unsur ke 4 dalam perjanjian kerja tidak terpenuhi. menurut pasal 1601 P KUH perdata kalau upah yang di bayarkan oleh majikan di berikan dalam bentuk yang lain dari yang telah di tetapkan di anggap pemberi upah. Upah yang di bayarkan harus dalam bentuk :

1.       Uang

2.       Makanan yang harus di makan

3.       Pakaian pekerja

4.       Jumlah tertentu dari hasil perusahaan

5.       Tanah

6.       Pekerjaan atau jasa tertentu

7.       Rumah

8.       Kendaraan

9.       Cuti

10.    Ongkos

Apabila pengusaha membayar di luar dari yang tersebut di atas, di anggap tidak membayar. Akan tetapi bukan kah di kenal asas kebebsan berkontrak dari KUH perdata sehingga bagi mereka yang mengatur membolehkan mengadakan penyimpangan, akan memberikan nya dalam bentuk lain Dari apa yang telah di tentukan di atas , asalkan ada kesepakatan dari ke 2 belah pihak. dengan demikian seorang pengusaha dan pekerja nya mengadakan perjanjian dalm bentuk upah di luar yang telah di tentukan.

C.      Orang / badan penyelengara / subyek hukum perjanjian kerja

Apabila menelaah batasan pejanjian kerja baik di dalam BW baru negeri Belanda yaitu di dalam pasal 1637 atau dalam KUH perdata pasal 1601 a dan dalam UU No 25 tahun 1997 maupun dalam batasan yang di kemukakan para ahli hukum perburuhan tampak dengan jelas bahwa pelaku (subyek hukum) perjanjian kerja adalah majikan (pengusaha) dengan seorang buruh (pekerja). Yang bertindak sebagai / mewakili pengusaha adalah sangat  tergantung kepada bentuk atau badan hukum perusahaan nya serta ketentuan peraturan hukum yang berlaku di lingkungan perusahaan yang bersangkutan .

Dalam pejanjian kerja biasanya pekerja nya sendiri yang tampil sebagai pihak sedangkan dalam perjanjian kerja tertulis penandatanganan perjanjian kerja di lakukan oleh setiap pekerja atau seorang pekerja sebagai subyek hukum . karena suatu perjanjian kerja bersifat perorangan atau indifidual maka sering di pakai istilah perjanjian kerja perorangan (PKP).

KUH perdata berpokok pangkal pada azas bahwa tiap orang mampu mengadakan perjanjian , jika oleh undang-undang tidak di nyatakan tak mampu (KUH perdata pasal 1329), yang tidak mampu mengadakan perjanjian :

1.       Orang yang belum dewasa

2.       Orang yang dikenakan pengampunan

3.       Wanita yang kawin, dalam hal-hal yang di tetapkan dalam undang-undang

4.       Dan pada umum nya semua orang yang oleh undang-undang di larang mengadakan perjanjian –perjanjian tertentu (KUH perdata pasal 1330).

Karena itu mereka yang di nyatakan tidak mampu mengerjakan perjanjian itu dapat menentang peranjian yang mereka telah adakan dalm segala hal yang oleh undang-undang tidak di kecualikan ( KUH perdata pasal 1331).

D.      Isi perjanjian kerja

Menurut Imam soepomo, isi perjanjian kerja merupakan pokok persoalan yaitu bahwa pekerjaan yang di janjikan tidak boleh bertentanagan dengan ketentuan dalam undang-undang yang sifatnya memaksa atau dalam undang-undang tentang ketertiban umum atau denagan tatasusila masyarakat. ketentuan dalam perjanjian kerja yang bertentangan dengan ketentuan undang-undang yang sifat nya memaksa sanksi nya harus di selidiki satu demi satu. Imam soepomo menyatakan bahwa menurut hukum perjanjian yang bertentangan dengan tata susila masyarakat tidak di perkenankan. pada umum nya perjanjian adalah bertentangan dengan tatasusila jika perjanjian itu bertentangan dengan azas peradaban yang menjadi sendi peri kehidupan Negara dan masyarakat. apabila kita menelusuri berbagai literature dan begitu pula dalam peraktek maka akan di ketahui bahwa isi dari suatu perjanjian kerja terdiri dari kewajiban– kewajiban dan hak-hak ke dua belah pihak( pekerja dan pengusaha).  Sebagai kewajiban utama pekerja adalah melakukan pekerjaan sedangkan kewajiban utama pengusaha adalah membayar upah. Kewajiban- kewajiban pekerja itu merupakan hak bagi pengusaha begitu pula sebaliknya kewajiban pengusaha menjadi hak bagi pihak pekerja.

E.      Pembagian perjanjian kerja

Dalam pembuatan perjanjian kerja pada dasar nya tidak di persyaratkan bentuk tertentu apakah dalam bentuk tertulis atau tidak tertulis. jadi seperti perjanjian lain nya bentuk perjanjian kerja adalah bebas. dalam KUH perdata pun hanya di nyatakan bahwa perjanjian kerja di buat secara tertulis , segala biaya akte dan biaya lain nya menjadi tanggungan majikan. Memang lebih bermanfaat apabila perjanjian kerja di buat secara tertulis karna dapat di nyatakan rumusan tertentu dengan jelas . sehingga terhindar dari keragu-raguan. selain itu perjanjian tertulis juga bermanfaat sebagai tanda bukti tertulis apabila terjadi perselisihan dan lebih terjamin lagi keabsahannya apabila di buat menjadi akte otentik di hadapan notaris.perjanjian kerja di bagi menjadi dua yaitu :

1.       Perjanjian kerja untuk waktu tertentu

Pasal 1603 e ayat 1 KUH perdata yang mengatur mengenai perjanjian kerja untuk waktu tertentu : “hubungan kerja berakhir demi hukum jika habis waktunya yang di tetapkan dalam perjanjian atas peraturan -peraturan atau dalam perundang – undangan atau jika semua itu tidak ada menurut kebiasaan“. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu di bagi menjadi tiga, yaitu:

a.       Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dimana waktu berlakunya di tentukan menurut perjanjian

b.       Perjanjian kerja untuk waktu tertentu di mana waktu berlakunya di tentukan menurut undang- undang

c.       Perjanjian kerja untuk waktu tertentu di mana waktu berlaku nya ditentukan menurut kebiasaan

Menurut pasal 1 a peraturan mentri tenaga kerja No. per-05/PER/1986 yang dimaksud dengan perjanjian kerja untuk waktu tertentu (dalam peraturan disebut “kesepakatan untuk waktu tertentu“) adalah kesepakatan kerja antara pekerjan dengan pengusaha yang di adakan untuk waktu tertentu atau pekerjaan tertentu.

2.       Perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu

Pasal 1603 q ayat 1 KUH perdata menyatakan bahwa jika waktu lamanya hubungan kerja tidak di tentukan baik dalam perjanjian atau peraturan majikan , maupun dalam peraturan perundang-undangan ataupun menurut kebiasan maka hubungan kerja itu di pandang untuk waktu tertentu. Dengan demikian yang dinamakan perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu adalah perjanjian kerja dimana waktu berlakunya tidak ditentukan baik dalam perjanjian, undang-undang atau dalam kebiasaan. perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat diadakan untuk pekerjaan tertentu, menurut sifat, jenis atau kegiatan nya akan selesai dalam waktu tertentu ialah :

a.       Yang sekali selesai atau sifat nya sementara

b.       Yang diperkirakan untuk waktu yang tidak terlalu lama akan selesai

c.       Yang bukan merupakan kegiatan pokok suatu perusahaan atau hanya merupakan penunjang

d.       Yang berhubungan denagan produk baru, kegiatan baru, tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajagan

Kesepakatan kerja bersama

PENGERTIAN:
Kesepakatan Hasil perundingan yang diselenggarakan oleh serikat pekerja atau gabungan serikat pekerja dengan pengusaha atau gabungan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja untuk mengatur dan melindungi hak dan kewajiban kedua belah pihak. (Pasal 1 angka 15 UU No. 25 Tahun 1997 tentang Ketenaakerjaan)

Berdasarkan UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Perjanjian kerja bersama adalah perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak.

2. PARA PIHAK DALAM KKB

Pengusaha

Serikat pengusaha

Serikat pekerja

 

1.       MASA BERLAKUNYA KKB

Paling lama 2 (dua) tahun dan hanya dapat diperpanjang satu kali paling lama 1 tahun.

4. Isi KKB

a. Hak dan kewajiban pengusaha

b. Hak dan kewajiban serikat pekerja serta pekerja

c. Tata tertib perusahaan

d. Jangka waktu berlakunya KKB

e. Tanggal mulai berlakunya KKB

f. Tanda tangan para pihak

Perjanjian kerja bersama dibuat oleh serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang telah tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha atau beberapa pengusaha secara musyawarah. Dalam hal musyawarah tidak mencapai kesepakatan maka penyelesaiannya dilakukan melalui prosedur penyelesaian perselisihan hubungan industrial.


Dalam 1 (satu) perusahaan hanya dapat dibuat 1 (satu) perjanjian kerja bersama yang berlaku bagi seluruh pekerja/buruh di perusahaan. Dalam hal di satu perusahaan hanya terdapat satu serikat pekerja/serikat buruh, maka serikat pekerja/seri-kat buruh tersebut berhak mewakili pekerja/buruh dalam perundingan pembuatan perjanjian kerja bersama dengan pengusaha apabila memiliki jumlah anggota lebih dari 50% (lima puluh perseratus) dari jumlah seluruh pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan. Dalam hal di satu perusahaan hanya terdapat satu serikat pekerja/serikat buruh tetapi tidak memiliki jumlah anggota lebih dari 50% (lima puluh perseratus) dari jumlah seluruh pekerja/buruh di perusahaan maka serikat pekerja/serikat buruh dapat mewakili pekerja/buruh dalam perundingan dengan pengusaha apabila serikat pekerja/serikat buruh yang bersangkutan telah mendapat dukungan lebih 50% (lima puluh perseratus) dari jumlah seluruh pekerja/buruh di perusahaan melalui pemungutan suara. Dalam hal dukungan sebagaimana tidak tercapai maka serikat pekerja/serikat buruh yang bersangkutan dapat mengajukan kembali permintaan untuk merundingkan perjanjian kerja bersama dengan pengusaha setelah melampaui jangka waktu 6 (enam) bulan terhitung sejak dilakukannya pemungutan suara dengan mengikuti prosedur yang berlaku.
Masa berlakunya perjanjian kerja bersama paling lama 2 (dua) tahun. Perjanjian kerja bersama dapat diperpanjang masa berlakunya pa-ling lama 1 (satu) tahun berdasarkan kesepakatan tertulis antara pengusaha dengan serikat pekerja/serikat buruh. Perundingan pembuatan perjanjian kerja bersama berikutnya dapat dimulai paling cepat 3 (tiga) bulan se-belum berakhirnya perjanjian kerja bersama yang sedang berlaku. Dalam hal perundingan tidak mencapai kesepakatan maka perjan-jian kerja bersama yang sedang berlaku, tetap berlaku untuk paling lama 1 (satu) tahun.

Perjanjian kerja bersama paling sedikit memuat:

a.    hak dan kewajiban pengusaha

b.    hak dan kewajiban serikat pekerja/serikat buruh serta pekerja/buruh

c.    jangka waktu dan tanggal mulai berlakunya perjanjian kerja bersama dan

d. tanda tangan para pihak pembuat perjanjian kerja bersama.

Ketentuan dalam perjanjian kerja bersama tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam hal isi perjanjian kerja bersama bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku maka ketentuan yang bertentangan tersebut batal demi hukum dan yang berlaku adalah ketentuan dalam peraturan perundang-undangan. Dalam hal kedua belah pihak sepakat mengadakan perubahan perjanjian kerja bersama, maka perubahan tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian kerja bersama yang sedang berlaku. Perjanjian kerja yang dibuat oleh pengusaha dan pekerja/buruh tidak boleh bertentangan dengan perjanjian kerja bersama. Dalam hal ketentuan dalam perjanjian kerja bertentangan dengan perjanjian kerja bersama, maka ketentuan dalam perjanjian kerja tersebut batal demi hukum dan yang berlaku adalah ketentuan dalam perjanjian kerja bersama. Dalam hal perjanjian kerja tidak memuat aturan-aturan yang diatur dalam perjanjian kerja bersama maka yang berlaku adalah aturan-aturan dalam perjanjian kerja bersama. Pengusaha dilarang mengganti perjanjian kerja bersama dengan peraturan perusahaan, selama di perusa-haan yang bersangkutan masih ada serikat pekerja/serikat buruh. Dalam hal di perusahaan tidak ada lagi serikat pekerja/serikat buruh dan perjanjian kerja bersama diganti dengan peraturan perusahaan, maka ketentuan yang ada dalam peraturan perusahaan tidak boleh lebih rendah dari ketentuan yang ada dalam perjanjian kerja bersama.Dalam hal terjadi pembubaran serikat pekerja/serikat buruh atau pengalihan kepemilikan perusahaan maka perjanjian kerja bersama tetap berlaku sampai berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja bersama. Dalam hal terjadi penggabungan perusahaan (merger) dan masing-masing perusahaan mempunyai perjan-jian kerja bersama maka perjanjian kerja bersama yang berlaku adalah perjanjian kerja bersama yang lebih menguntungkan pekerja/buruh. Dalam hal terjadi penggabungan perusahaan (merger) antara perusahaan yang mempunyai perjanjian kerja bersama dengan perusahaan yang belum mempunyai perjanjian kerja bersama maka perjanjian kerja bersama tersebut berlaku bagi perusahaan yang bergabung (merger) sampai dengan berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja bersama.

 

PERATURAN PERUSAHAAN

A.      Pengertian peraturan perusahaan

Menurut Meyers da olber, peraturan perusahaan adalah ketantuan tentang syarat kerja yang di buat oleh majikan untuk semua pegawai atau suatu golongan tertentu. jadi ada tiga unsur esensialia dalam peraturan perusahaan :

1.       Di buat oleh majikan

2.       Tentang syarat kerja

3.       Untuk semua / golongan pegawai

Menurut  pitlo berpendapat bahwa peraturan perusahaan adalah peraturan yang di buat pada majikan yang mengenai masalah intern perusahaan (semacam peraturan rumah tangga yang isinya mengenai tatatertib)

B.      Pembuatan peraturan perusahaan

Dalam peraturan menteri tenaga kerja transmigrasi dan koperasi no 2 tahun 1978 di tegaskan bahwa pembuatan peraturan perusahaan merupakan kewajiban bagi majikan. kewajiban yang di bebankan bagi majikan dalam peraturan menteri itu di pergunakan istilah “ peraturan perusahaan “ dapat dilaksanakan apabila buruh nya telah mencapai lebih dari 25 orang. dalam membuat peraturan perusahaan pengusaha harus berkonsultasi dengan buruh. bila telah lebih dari itu konsultasi di adakan dengan departemen tenaga kerja. keadaan diatas yaitu tentang kewajiban membuat peraturan perusahaan yang di haruskan atau disyaratkan apabila telah mempekerjakan 25 orang keatas, telah memenuhi syarat untuk membentuk / mendirikan serikat pekerja.

Yang perlu mendapatkan perhatian disini bahwa kalau permintaan untuk membuat perjanjian perburuhan tersebut tidak di layani itu merupakan pelanggaran pidana (pasal 10 praturan menaker transkop no 2 tahun 1978). hal ini berlainan dengan yang di atur dalam pasal 1601 KUH perdata dimana hanya di ancam pembatalan apabila si majikan mengadakan janji yang bertentangan. menurut pasal 5 no 2 tahun 1978 bahwa peraturan perusahaan yang telah di setujui oleh buruh itu perlu disahkan oleh departemen tenaga kerja cq.direktorat jendral perlindunagn dan perawatan tenaga kerja. Dengan demikian peraturan perusahaan merupakan salah satu sarana utama dari hubungan industri pancasila dan di dalam peraktek plaksanaan nya selain di laksanakan pada perusahaan swasta, dewasa ini juga di terapkan pada perusahaan –perusahaan milik Negara (BUMN).

 

C.      Hubungan anatara perjanjian perburuhan dengan peraturan perusahaan

Perbedaan antara peraturan perusahaan dengan perjanjian perburuhan adalah bahwa peraturan perusahaan itu :

1.       Di buat oleh majikan atau pengusaha

2.       Hanya memuat syarat-syarat kerja

Sedangkan perjanjian perburuhan,

1.       Dibuat oleh majikan , majikan –majikan , perkumpulan majikan yang berbadan hukum dan oleh serikat –serikat buruh yang terdaftar pada depnaker

2.       Selain syarat-syarat kerja , dapat memuat pula syarat –syarat lain

Menurut levenbach kedudukan peraturan perusahaan lebih tinggi daripada perjanjian kerja individual karena sifatnya sebagai hukum bersama sekalipun perjanjian kerja individual itu dibuat secara tertulis .

Tujuan pembuatan peraturan-peraturan disamping untuk mengusahakan perbaikan syarat-syarat kerja sebagai salah satu tugas perlindungan dan perawatan tenaga kerja dimaksudkan pula sebagai tahap permulaan untuk terwujudnya perjanjian perburuhan diperusahaan.

Secara ringakas ini dapat dirangkumkan bahwa peraturan perusahaan merupakan suatu bentuk peraturan dianatara perjanjian kerja dan perjanjian perburuhan. Jika dalam pasal pasal 1601 j s/d 1601 m KUH perdata peraturan perusahaan di berlakukan sebagai suatu bentuk perpanjangan dari perjanjian kerja maka peraturan mentri tenga kerja, transmigarasi dan koperasi no PER-02/MEN/1978 merupakan pelengkapnya dan memperlakukan nya sebagai suatu bentuk peralihan keperjanjian perburuhan. 

0 komentar:

Posting Komentar

 

Home | Blogging Tips | Blogspot HTML | Make Money | Payment | PTC Review

GOOBLOGOOBLOG © Template Design by Herro | Publisher : Templatemu